Aku Bukan Pemain Judol
Aku tercengang, aku terperanjat mendengar aduan ibu ada tetangga yg mengira bahwa aku bermain judol (judi online).
Pada hari itu, aku melihat seorang penagih yang tanpa henti menagih ibu hampir setiap hari.
Aku tiga bersaudara kandung, anak pertama perempuan, anak kedua laki-laki, dan keduanya sudah berkeluarga.
Kedua kakakku sama sekali tidak peduli dengan keadaan ibu, dan juga tidak peduli dengan masalah yang sedang dihadapi ibu.
Hatiku trenyuh, hatiku hancur setiap salah seorang penagih kerumah dan ibu pun menghindar, alhasil mau tidak mau aku yg menghadapi si penagih tersebut.
Hari demi hari aku lewati dengan rasa takut dan rasa was-was jika mendengar suara motor menghampiri rumahku, takut seolah rumah mau di jajah, takut seolah aku yg punya hutang, padahal ibu yg berhutang namun belum ada uang untuk membayar nya.
Dari ketiga anak ibu, hanya aku yg punya inisiatif untuk melunasi semua utang ibu, dan dari sini lah awal mula aku terlilit hutang demi melunasi hutang ibu.
Awalnya berjalan baik2 saja karna aku bekerja di salah satu perusahaan ternama dengan gaji di atas UMK penempatan dan pada saat itu juga aku belum menikah.
Hari demi hari, bulan demi bulan aku lalui, dan setahun kemudian covid datang yg mengharuskan semua karyawan di rumahkan selama 3 minggu dari perusahaan, dari situ lah awal aku nemulai untuk gali lubang tutup lubang agar bisa membayar hutang dan bisa bertahan hidup di dalam kejamnya pandemi.
Sampai di titik aku mendekati akad nikah tidak ada bantuan berbentuk finansial dari keluarga, dengan harga dekor dan MUA yg terhitung murah, dan keperluan dapur pun aku semua yg nanggung sendiri tanpa ada bantuan sepeserpun dari bapak/ibu maupun saudara.
Di tengah heningnya malam akad (di kamar), aku meneteskan air mata sambil bergumam dalam hati, "yaAllah mampukah aku melewati ini semua? Apakah nanti jika suami tau masih mau menerima aku dan keluargaku apa adanya?".
Dan tibalah ke esokan harinya yg dimana akad akan di mulai, pukul 10.00 akad di laksanakan dan Alkhamdulilah berjalan lancar sampai selesai.
Hari demi hari aku lewati dengan keadaan suami tidak mengetahui permasalahan di keluargaku, hingga akhirnya bom waktu meledak, suamiku terkejut dan diam tanpa sepatah katapun, raut wajah menunjukkan kekecewaan yg amat sangat dalam, akupun turut diam sambil berpikir ada waktunya nanti aku menjelaskan semuanya, hanya saja menunggu emosinya sedikit reda, karna situasi pada saat itu benar2 sedang memanas.
Aku hampir putus asa, aku nyaris mengucapkan kata2 pisah kepada suamiku, tapi Allah Maha Baik, Allah Maha bijaksana, di tengah masalah kelurgaku yg hampir mengorbankan pernikahanku, Allah hadirkan janin di rahimku hingga aku melahirkan.
Setelah 3 bulan kemudian, aku mendapat kabar yg sama sekali tidak ingin aku dengar, bapak mertua sakit sampai masuk ICU 3 hari, lagi2 Allah Maha baik, Allah lebih tau yg terbaik untuk hambanya hingga Allah memanggil bapak untuk pulang, innalillahi waina ilaihi roji'un.
Seketika separuh dunia suamiku hilang, suamiku yg selalu bergantung ke bapaknya, suamiku yg selalu di bantu 100% oleh bapaknya, sekarang harus menjalani hidup yg apa2 sendiri di samping bom masalahku yg belum lama meledak.
Gali lubang terus aku lakukan tanpa sepengetahuan suami.
Teman, sanak saudara, keluarga sudah aku mintakan bantuan, hingga salah satu tetangga ada yg mengira bahkan menuduh aku bermain judol (judi online) , itu semua di sebabkan karena adanya miss komunikasi antara aku dan ibuku, tidak ada yg tau aku gali lubang terus-terusan demi menutup tagihan yg sudah jatuh tempo.
Bom waktu meledak untuk kedua kalinya di saat suamiku sudah tidak mempunyai siapa2, malam itu aku mengajak suami untuk berunding membahas masalah yg sedang aku hadapi sendirian, memutar otak, tukar pendapat hingga saling adu argumen. Pada akhirnya suamiku harus merelakan menjual kendaraan kesayangan nya demi anak istri hidup tenang tanpa tagihan dengan syarat aku harus mau di bawa keluar dari rumah ibuku dan memulai semuanya dari nol.