Festival Gumebyar 2025: Kalikajar Menyala Dari Desa Untuk Indonesia

Dalam rangka memperingati Hari Jadi ke-200 Kabupaten Wonosobo, Kecamatan Kalikajar kembali menggelar Festival Gumebyar 2025, sebuah perhelatan kolaboratif rakyat yang mengusung tema “Guyub, Mbangun, lan Makmurke Brayat Kalikajar.” Festival yang berlangsung mulai 10 Juli 2025 ini bukan sekadar event seremonial, melainkan wujud nyata gotong royong lintas elemen masyarakat dalam membangun ruang kreatif berbasis kearifan lokal.
Diresmikan oleh Bupati Wonosobo, Festival Jadi Contoh Inspiratif Kolaborasi Desa
Acara resmi dibuka oleh Bupati Wonosobo, Afif Nurhidayat, dalam sebuah prosesi meriah yang berlangsung di halaman Kantor Kecamatan Kalikajar, Kamis (10/7/2025). Dalam sambutannya, Bupati menyampaikan apresiasi mendalam atas kekompakan warga Kalikajar dalam menyelenggarakan Festival Gumebyar yang kini memasuki tahun kedua.
“Kalikajar hari ini menunjukkan wajah terbaiknya. Festival ini tidak hanya menggembirakan, tetapi juga menunjukkan bahwa ketika masyarakat bersatu dan desa-desa bergerak bersama, maka pembangunan berbasis potensi lokal bisa menjadi kekuatan besar,” tegas Bupati Afif.
Lebih jauh, beliau menekankan bahwa semangat kebersamaan yang ditunjukkan oleh masyarakat Kalikajar patut menjadi inspirasi bagi kecamatan lain di Wonosobo, khususnya dalam momentum istimewa dua abad usia kabupaten.
“Kuncinya adalah guyub. Di usia ke-200 ini, Wonosobo membutuhkan energi baru dari desa-desa. Kalikajar telah membuktikan bahwa kolaborasi bisa menyalakan cahaya pembangunan dari akar rumput,” tambahnya.
Kirab Panji hingga Parade Mobil Hias: Simbol Kebanggaan dan Identitas Desa
Sebagai pembuka rangkaian kegiatan, digelar Kirab Panji Kabupaten Wonosobo yang disambut dengan antusiasme tinggi warga. Panji kehormatan diiringi parade mobil hias dari 12 desa di wilayah Kalikajar, masing-masing menyuguhkan ornamen dan kreativitas yang mencerminkan ciri khas serta potensi desa.
Camat Kalikajar, Aldhiana Kusumawati, menegaskan bahwa seluruh rangkaian acara dirancang sebagai panggung partisipatif masyarakat, bukan sekadar agenda pemerintah.
“Festival ini adalah hasil kerja kolektif desa-desa, komunitas seni, UMKM, pemuda, hingga kelompok tani. Kami berupaya menciptakan ruang inklusif, agar semua energi positif masyarakat bisa menyatu membangun Kalikajar,” jelas Aldhiana.
Gelar Budaya dan Fashion Show Batik Kalikajar: Merawat Tradisi, Merangsang Inovasi
Hari pertama festival dilanjutkan dengan Gelar Budaya Kalikajar, menampilkan kekayaan seni tradisional seperti tari daerah, karawitan, dan pertunjukan rakyat yang mengangkat cerita-cerita lokal. Malam harinya, warga dan tamu undangan disuguhi Fashion Show Batik Kalikajar, yang memperkenalkan motif batik khas Kalikajar rancangan pengrajin lokal.
Kegiatan ini menjadi ajang promosi produk budaya sekaligus pelestarian warisan wastra nusantara di tingkat desa.
Akademi Gumebyar: Pendidikan Komunitas untuk Penguatan Ekonomi dan Wisata Desa
Keesokan harinya, Festival Gumebyar menghadirkan Akademi Gumebyar, yakni pelatihan intensif dalam dua bidang strategis:
- Fotografi Produk UMKM, untuk mendukung pemasaran digital pelaku usaha lokal.
- Ekowisata dan Potensi Desa, memberikan wawasan praktis mengenai pengelolaan wisata berbasis lingkungan dan budaya.
“Kami percaya bahwa pembangunan tak cukup dengan perayaan. Maka kami hadirkan pelatihan ini agar ada dampak nyata, khususnya bagi generasi muda dan pelaku UMKM,” ujar Camat Aldhiana.
Festival Hadroh: Menyatukan Spiritualitas dan Seni Religi Masyarakat
Pada hari ketiga, Kalikajar dipenuhi lantunan sholawat dalam Festival Hadroh, yang mempertemukan grup hadroh dari seluruh desa. Acara ini menjadi ruang ekspresi seni religi dan memperkuat nilai spiritualitas dalam kebudayaan lokal.
Puncak Acara: Jelajah Kalikajar dan Pertunjukan Budaya sebagai Penutup Penuh Makna
Puncak acara ditandai dengan kegiatan Jelajah Kalikajar, sebuah ekspedisi komunitas untuk mengeksplorasi keindahan alam, sentra pertanian, dan titik-titik unggulan desa yang selama ini belum terekspos secara luas. Acara ditutup dengan Pertunjukan Seni Budaya, menampilkan kolaborasi lintas generasi—mulai dari anak-anak hingga lansia—dalam satu panggung kebersamaan.
“Kami ingin menunjukkan bahwa desa tidak tertinggal, justru dari desa inilah masa depan Wonosobo dibentuk. ‘Gumebyar’ adalah simbol semangat kami: terang, bersinar, dan membangkitkan harapan,” pungkas Aldhiana.
Makna “Gumebyar”: Cahaya dari Desa yang Tak Pernah Padam
Nama “Gumebyar” dipilih dengan penuh makna. Dalam bahasa Jawa, “gumebyar” berarti terang, bercahaya, penuh warna dan keindahan. Spirit ini tercermin dalam seluruh rangkaian Festival Gumebyar 2025: dari budaya hingga teknologi, dari spiritualitas hingga ekonomi.
Festival ini bukan hanya milik Kalikajar, tetapi telah menjadi milik seluruh Wonosobo. Ia adalah simbol kebangkitan desa, contoh ideal gotong royong masyarakat, dan cermin Wonosobo yang bercita-cita menjadi kabupaten yang guyub, berdaulat, dan bermartabat.