Dapatkan Ijasah Bukan Ijab Sah, Dampak Sosial Pernikahan Dini

Dapatkan Ijasah Bukan Ijab Sah, Dampak Sosial Pernikahan Dini
05-Jul-2024 | sorotnuswantoro Purbalingga

Pada pertengahan Mei 2024 ini, tepatnya 3 minggu yang lalu, media sosial dihebohkan dengan beredarnya foto pernikahan sepasang anak di kabupaten Pemalang Jawa Tengah. Keduanya masih berusia 14 tahun dan mereka masih duduk di kelas 2 SMP di sekolah yang sama dan bahkan di kelas yang sama.

Padahal di Indonesia batas usia minimal menikah sudah di atur dalam UU no 16 tahun 2019,yaitu laki-laki dan perempuan berusia 19 tahun. Tentu saja kejadian ini menimbulkan pertanyaan di beberapa pihak, sejauh mana peran orang tua dalam mengawasi hubungan anak hingga terjadi pernikahan diusia yang masih terlalu dini tersebut.

Dalam UU No.35 ayat 1 tahun 2014 pasal 6 ayat 1,orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab atas

A. Mengasuh,memelihara,mendidik dan melindungi anak

B. Menumbuhkan perkembangan anak sesuai dengan kemampuan bakat dan minatnya.

C. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak.

D. Memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak.

Meskipun batas usia minimal menikah menurut UU adalah 19 tahun, masih ada ketentuan usia ideal menurut BKKBN yang dicanangkan dalam program PUP atau pendewasaan usia perkawinan yaitu wanita usia ideal menikah 21 tahun dan laki-laki 25 tahun. Sehingga ketika ada pasangan di bawah usia 20 tahun langsung menikah, diharapkan untuk menunda kehamilan hingga wanita berusia 21 tahun. Hal ini erat kaitannya dengan dampak negatif yang akan ditimbulkan akibat menikah di usia dini.

Saat kami berkunjung ke kantor DINSOSDALDUKKBP3A Purbalingga,bapak Imam Solihin SH menyampaikan dari data yang diperoleh pihak KBBS ditahun 2023,pernikahan di bawah usia 20 tahun di Purbalingga mencapai angka 73 anak. Dan dari data tersebut, kecamatan Pengadegan adalah yang tertinggi diangka 8 usia nikah dini. Hal ini disebabkan faktor usia transisi pada wilayah tersebut cukup tinggi.

Pada masa transisi yaitu peralihan dari masa anak menuju remaja,memang identik dengan sosok yang kreatif,semangat dan berkreasi.tetapi kelemahannya pada usia ini,remaja adalah sosok yang paling gampang mengalami kecemasan,mudah gelisah dan gampang mengeluh.

Beliau juga menjelaskan bahwa saat ini ada sekitar 15 kasus tentang kekerasan perempuan dan anak yang sedang ditangani. Dan rata-rata adalah kasus pencabulan.

Dia mengatakan bahwa remaja itu seperti stroberi. Dimana mereka adalah sosok yang cerdas dan kreatif, tetapi mentalnya labil dan baperan. Saat menghadapi masalah cinta kepada lawan jenis, remaja akan menjadi sosok yang lemah dan rapuh. Untuk itu disini peran keluarga menjadi sangat penting. Masih menurutnya,beberapa kasus yang terjadi juga karena kurangnya perhatian orang tua terhadap anak. Orang tua disibukkan dengan kegiatan di luar rumah baik untuk bekerja ataupun keadaan lainnya dan cenderung mengabaikan kebutuhan mental anak. Sehingga ketika anak mendapat perhatian dari pihak luar terutama lawan jenis, mereka akan merasa nyaman dan mempertahankan hubungan yang belum semestinya mereka jalin.

Selain itu faktor lingkungan juga berperan dalam hal perkembangan anak dan yang paling berpengaruh besar saat ini adalah media sosial.

Sementara itu menurut data dari Kantor Pengadilan Agama Kabupaten Purbalingga yang disampaikan oleh Bapak Abdul Hafid S.Kom.SI M.Si yang menjabat sebagai Panitera Permohonan, data permohonan dispensasi nikah dini di Kabupaten Purbalingga tahun 2023 mengalami penurunan, meskipun secara nasional Jawa Tengah masih digolongkan tinggi angka perkawinan usia dini.Menurut beliau di Purbalingga angka perkawinan usia dini pernah mengalami kenaikan pada tahun 2021. Hal ini ditandai dengan banyaknya pengajuan dispensasi untuk menikah dini sebanyak 576 pemohon. Yang berarti tahun itu mengalami peningkatan seratus persen dari 2 tahun sebelumnya yang hanya 248 pemohon.

Dia menjelaskan bahwa kenaikan tersebut dipicu kurangnya informasi tentang perubahan UU tentang aturan usia pernikahan. Sehingga banyak yang sudah merencanakan pernikahan di tahun itu tidak bisa dibatalkan.

Seperti yang kita ketahui bahwa menurut UU No.1 tahun 1974 batas usia minimal menikah bagi perempuan adalah 16 tahun dan laki-laki 19 tahun. Perbedaan itu menimbulkan kontroversi karena muncul dugaan ketidakberpihakan pada kaum perempuan. Sehingga MK mengeluarkan amandemen tentang perubahan tentang batas usia menikah bagi laki-laki dan perempuan menjadi setara yaitu 19 tahun, yang dituangkan dalam UU No.16 tahun 2019.

Selain itu dengan menetapkan batas minimal usia menikah juga merupakan salah satu upaya pemerintah dalam hal perlindungan terhadap perempuan. Di antaranya dengan gencar mensosialisasikan dampak dari pernikahan dini. Yaitu dimana saat terjadi pernikahan di usia dini, kesehatan reproduksi wanita jelas terancam. Secara fisik tentu belum siap menghadapi masalah kesehatan yang timbul. Pada kehamilan diusia muda akan berdampak pada stunting,bahkan meningkatkan resiko kematian ibu dan anak.

Secara ekonomi juga pasangan usia dini belum dapat sepenuhnya memenuhi kebutuhan ekonomi,dan belum dapat mengelola keuangan dengan baik,yang akhirnya menimbulkan masalah ekonomi keluarga yang dapat berpengaruh pada gangguan mental,KDRT yang mengakibatkan angka perceraian juga meningkat.

Tags