Diduga Melanggar Hak Mahasiswa, Universitas Muhammadiyah Tegal Tahan Ijazah Lulusan Yang Sudah Dinyatakan Lulus Oleh Kemendikbudristek

Polemik penahanan ijazah kembali mencuat ke publik. Kali ini, kasus menimpa seorang lulusan Universitas Muhammadiyah Tegal (UMT) bernama Mei Astri Prihastuti, yang hingga kini belum menerima ijazah dan surat keterangan lulus (SKL), meskipun status kelulusannya telah tercatat resmi di Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti) Kemendikbudristek.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut hak akademik dan perlindungan hukum terhadap mahasiswa di bawah naungan sistem pendidikan tinggi nasional.
Ijazah Ditahan karena Tunggakan
Dalam keterangannya, Wakil Rektor II Universitas Muhammadiyah Tegal, Nurhadi Kamaluddin, S.E., M.Ak, membenarkan bahwa ijazah Mei Astri Prihastuti belum dapat diserahkan karena masih ada tunggakan biaya kuliah yang belum diselesaikan.
“Aturan di kampus kami jelas. Mahasiswa yang masih memiliki tanggungan administrasi keuangan harus melunasi kewajibannya terlebih dahulu sebelum mendapatkan surat keterangan lulus maupun ijazah. Ini berlaku untuk semua mahasiswa tanpa terkecuali,”
ungkap Nurhadi Kamaluddin saat dikonfirmasi.
Nurhadi Kamaluddin menegaskan bahwa kebijakan tersebut bukan bentuk pelanggaran, melainkan aturan internal universitas yang diberlakukan secara merata kepada seluruh mahasiswa.
Sudah Lulus di PDDikti, tapi Ijazah Tak Kunjung Terbit
Berbeda dengan pernyataan pihak kampus, Mei Astri Prihastuti menilai tindakan tersebut tidak adil dan merugikan secara hukum. Ia menuturkan bahwa seluruh kewajiban akademiknya telah ia penuhi, dan kelulusannya telah tercatat di PDDikti, sistem resmi milik pemerintah.
“Saya sudah menyelesaikan semua mata kuliah, ujian, dan tugas akhir. Di PDDikti sudah jelas tertulis saya lulus. Tapi ijazah saya ditahan karena belum bisa melunasi sisa biaya. Padahal ijazah itu hak saya sebagai lulusan,”
kata Mei Astri Prihastuti dengan nada kecewa.
Mei mengaku telah berulang kali menghubungi pihak kampus agar ijazahnya segera diserahkan, namun hingga kini belum ada kejelasan.
Pakar Hukum: Penahanan Ijazah adalah Pelanggaran Administratif dan Maladministrasi
Menanggapi kasus tersebut, Kuasa Hukum Mei Astri Prihastuti sekaligus Pakar Hukum Pendidikan dan Perdata, Mugiyatno, S.H., M.Kn., CTA, menyebut bahwa tindakan universitas menahan ijazah lulusan yang sudah dinyatakan lulus oleh Kemendikbudristek adalah bentuk pelanggaran hukum.
“Secara hukum, ijazah merupakan hak akademik yang melekat pada mahasiswa setelah dinyatakan lulus. Jika universitas menahan ijazah dengan alasan tunggakan, itu termasuk pelanggaran Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan maladministrasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia,”
jelas Mugiyatno.
Menurutnya, universitas tidak memiliki dasar hukum untuk menahan ijazah. Urusan keuangan adalah ranah perdata yang dapat diselesaikan melalui mekanisme lain, bukan dengan menahan hak akademik seseorang.
Analisis Hukum Lengkap: Pasal, Sanksi, dan Denda
-
Pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
- Pasal 42 ayat (1):
“Setiap mahasiswa yang telah memenuhi seluruh persyaratan akademik berhak memperoleh ijazah.” - Pelanggaran: Universitas menahan ijazah walau syarat akademik telah terpenuhi.
- Sanksi administratif: Teguran tertulis, pembinaan, hingga pembekuan layanan akademik oleh LLDIKTI.
- Pasal 42 ayat (1):
-
Pelanggaran terhadap Permendikbud Nomor 81 Tahun 2014 tentang Ijazah, Sertifikat Kompetensi, dan Sertifikat Profesi Pendidikan Tinggi
- Pasal 2 ayat (1):
“Ijazah diberikan kepada lulusan pendidikan tinggi setelah dinyatakan lulus dari seluruh program pendidikan.” - Tidak ada pasal yang membolehkan universitas menahan ijazah karena alasan tunggakan.
- Pasal 2 ayat (1):
-
Surat Edaran Dirjen Dikti Nomor 302/E.E2/KR/2020
- Menegaskan bahwa tidak ada perguruan tinggi yang diperbolehkan menahan ijazah lulusan dengan alasan apa pun, termasuk tunggakan administrasi keuangan.
-
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia
- Pasal 1 angka (3): “Maladministrasi adalah perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan wewenang, atau kelalaian dalam penyelenggaraan pelayanan publik.”
- Sanksi: Laporan dapat berujung pada rekomendasi Ombudsman RI untuk memberikan sanksi administratif, termasuk pemecatan pejabat terkait bila terbukti lalai atau menyalahgunakan wewenang.
-
Keterkaitan dengan KUHP Pasal 421 – Penyalahgunaan Wewenang
- “Pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dapat dikenai pidana penjara paling lama 4 tahun.”
- Jika terbukti ada unsur penyalahgunaan jabatan atau pemerasan administratif, ancaman pidananya dapat mencapai 4 tahun penjara.
-
UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Pasal 68–70)
- Penyelenggara pendidikan yang dengan sengaja menghambat hak peserta didik dalam memperoleh ijazah atau hasil belajar dapat dijatuhi sanksi administratif berat dan denda maksimal Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
Langkah Hukum yang Dapat Ditempuh
Mugiyatno menjelaskan, kami Kuasa Hukum dari Mei Astri Prihastuti akan menempuh beberapa langkah hukum dan administratif:
- Mengajukan laporan resmi ke LLDIKTI Wilayah VI Jawa Tengah, agar memberikan teguran dan perintah tertulis kepada UMT untuk menyerahkan ijazah.
- Melapor ke Ombudsman Republik Indonesia atas dugaan maladministrasi pelayanan publik.
- Melaporkan ke Kemendikbudristek melalui portal LAPOR! untuk menindak kampus yang tidak mematuhi surat edaran Dirjen Dikti.
- Jika tidak ada penyelesaian, mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri atas dasar perbuatan melawan hukum (PMH).
Menurut Mugiyatno, kasus ini harus menjadi cermin bagi seluruh perguruan tinggi di Indonesia, agar tidak lagi menahan ijazah dengan alasan apa pun.
“Ijazah adalah hak, bukan alat tekan. Bila kampus ingin menagih kewajiban keuangan, itu bisa melalui jalur perdata, bukan dengan mengorbankan hak akademik. Negara menjamin hak setiap warga untuk memperoleh pengakuan pendidikan secara sah,”
tegasnya.
Kasus penahanan ijazah Mei Astri Prihastuti menjadi potret nyata bahwa masih ada praktik maladministrasi di dunia pendidikan tinggi. Meskipun pihak kampus berdalih menjalankan aturan internal, secara hukum tindakan tersebut bertentangan dengan undang-undang nasional dan dapat berujung pada sanksi berat, baik administratif, pidana, maupun denda hingga Rp500 juta.
Sementara itu, publik menanti langkah cepat dari LLDIKTI Wilayah VI dan Kemendikbudristek untuk menegakkan regulasi serta memastikan hak lulusan tetap terlindungi sepenuhnya.